Jumat, 28 Februari 2014

Aksa Mahmud, Terobsesi Bangun Rice Estate

Aksa Mahmud, Pendiri PT Bosowa CorporindoAksa Mahmud, Pendiri PT Bosowa Corporindo


Lepas mengurusi bisnis PT Bosowa Corporindo, Aksa Mahmud kini aktif berkegiatan sosial di bawah Yayasan Bosowa. Pertanian adalah satu dari tiga bidang yang diperhatikannya. Dia punya obsesi membangun rice estate agar Indonesia kembali jaya sebagai penghasil dan berswasembada beras.

Nama PT Bosowa Corporindo selalu lekat dari pendirinya, yakni Aksa Mahmud. Bosowa yang didirikan Aksa pada 1968 dan bermula sebagai distributor mobil Datsun untuk wilayah Indonesia Timur kini berkembang menjadi grup perusahaan dengan 10 unit bisnis. Sepuluh unit bisnis terdiri atas otomotif, semen, logistik dan transportasi, pertambangan, properti, jasa keuangan, infrastruktur, energi, media, hingga multibisnis.

Namun, sejak 2004, Aksa telah menyerahkan kendali Bosowa kepada putra sulungnya, Erwin Aksa, dan didukung anak-anaknya yang lain. Kini, lelaki kelahiran Barru, Sulawesi Selatan, 16 Juli 1945, ini tengah menikmati masa pensiunnya dengan menjalani berbagai kegiatan sosial di bawah Yayasan Bosowa yang didirikannya.

“Sekarang saya aktif di tiga kegiatan sosial, yakni pendidikan, masjid dan pesantren, serta sektor pertanian yang dapat mengangkat nilai plus kehidupan masyarakat. Urusan bisnis sudah saya serahkan ke CEO, yakni anak saya sendiri, Erwin Aksa. Posisi saya tinggal jadi pengamat. Bila dibutuhkan, ya pidato, atau jadi pendengar yang baik,” kata Aksa kepada Investor Daily di kantornya, Gedung Menara Karya, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (4/12).

Dari tiga bidang yang digarap yayasannya itu, sektor pertanian tengah menjadi fokus perhatiannya. “Saya lihat kehidupan masyarakat untuk mengubah hidupnya sangat besar. Karena itu, saya fokuskan pada sektor pertanian yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya beras,” lanjut Wakil Ketua MPR RI tahun 2004-2009 ini.

Aksa mengungkapkan, sawah di Indonesia yang didukung irigasi maupun tadah hujan, luar biasa luasnya. Sayangnya, petani Indonesia tidak efektif, sehingga perlu diubah pola pikir dan pola kerjanya.

“Saya membawa profesor pertanian dari Taiwan, yang mengajarkan pola menanam padi, sehingga bisa meningkatkan produksi gabah dari 5 ton menjadi 10 ton per hektare (ha) dalam sekali panen. Kalau pemerintah bisa menggalakkan pertanian, negeri ini tak menjadi pengimpor beras, tapi justru pengekspor,” ujarnya.

Dia bercerita, selama ini, petani di Tanah Air, termasuk Sulawesi Selatan bekerja secara konvensional. Umumnya, petani baru menanam kembali padi setelah 22 hari panen. Padahal, kalau ingin bisa memanen 3-4 kali dalam setahun, mulailah menanam padi setelah 7-10 hari panen. Selanjutnya, padi dipupuk tujuh hari kemudian, dan 55 hari kemudian untuk masa pembuahan.

Di Taiwan pun, lanjut sarjana teknik elektro dari Universitas Hasanuddin, Makassar, tahun 1965 ini, padi bisa empat kali dipanen dalam setahun. Di Indonesia, tiga kali panen saja sudah sangat bagus. Padahal, sekali panen, jika satu ha sawah menghasilkan 10 ton padi, nilainya Rp 36 juta.

“Ini jauh lebih baik dari kelapa sawit yang jadi bisnis elite. Kalau ini dilakukan, akan memakmurkan masyarakat,” jelas Aksa.

Bahagiakan Petani
Upaya Aksa untuk memakmurkan rakyat itu mulai terlihat hasilnya. Saat ini, melalui Yayasan Bosowa, dia membina 3 ribu petani di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Rata-rata, mereka memiliki 0,5-1 hektare sawah. “Sekarang, petani padi di Wajo sejahtera, bisa beli motor dan mobil, bahkan mengantre naik haji,” ungkap dia, bahagia.

Kebahagian karena berhasil membahagiakan orang lain menjadikan hidup Aksa kian merasa berarti. “Bagi petani, bisa mendapatkan keuntungan besar itu luar biasa. Dan, melihat mereka bahagia karena untung besar, itu adalah sebuah kepuasaan yang luar biasa,” ungkapnya.

Aksa sendiri memiliki obsesi mengembangkan lahan persawahan yang luas sekitar 5 ribu ha, yang dilengkapi dengan traktor dan pabrik pengolahan beras. “Investasinya sekitar Rp 50 miliar. Petani bisa menggunakan traktor kami, sehingga tak perlu berkotor-kotor di sawah,” papar Aksa, yang juga berhasil menanam bawang di Sulawesi Selatan.

Tak hanya di Sulawesi Selatan. Pembinaan petani padi juga akan dilakukan Aksa di Berau, Kalimantan Timur, yang memiliki areal sawah sangat luas. Untuk permulaan, Yayasan Bosowa akan membuka sawah percontohan 3 ribu ha agar petani belajar lebih dulu. Selanjutnya, mereka bisa mencontoh sistem menanam padi yang baik.

“Kami memang akan masuk ke sektor rice estate. Ini prospektif ke depan, karena tanah sawah di Jawa akan habis.Rice estate jadi percontohan untuk masyarakat, lengkap dengan laboraturium penelitian untuk menciptakan beras unggul,” ujar Aksa, yang kini tengah melirik lahan di Karawang, Jawa Barat, untuk proyek rice estate-nya.

Di luar obsesinya membangun rice estate, Aksa masih sempat menyalurkan hobinya, yakni bermain golf. Dia juga kerap pulang kampung dan melepaskan penat dengan berenang di laut. “Dari kecil, saya suka main di laut. Kalau pulang, saya berenang 1-2 km mengelilingi Pulau Panambungan milik saya di Sulawesi Selatan,” imbuh dia.

Tidak ada komentar: