Rabu, 26 Februari 2014

TUGAS FINAL FILSAFAT KEGURUAN

                                KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah. Bahwasanya saya telah dapat membuat makalah FILSAFAT  PENDIDIKAN  yang  berjudul:
1.           PERANAN  FILSAFAT  PENDIDIKAN
2.           KEBUTUHAN   AKAN  FILSAFAT  PENDIDIKAN
walaupun tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang saya hadapi, tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah SWT.Walaupun demikian, sudah barang tentu makalah ini masih terdapat kekurangan dan belum dikatakan sempurna karena keterbatasan kemampuan saya. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak saya harapkan agar dalam pembuatan makalah di waktu yang akan datang bisa lebih baik lagi.Harapan saya semoga makalah ini berguna bagi siapa saja yang membacanya.Wabilahi Taufik walhidayah Wassalamu alaikum wr.wb.                     


                                                                                                                   Penyusun
                                                                                           
                                                                                         Arling.S
             

                                     BAB  I
                               PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
      Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan.
Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan . Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan hidup bersama.
      Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
 Permasalahan
Bagaimana peranan filsafat pendidikan bagi guru?
 Kebutuhan akan  filsafat pendidikan bagi seorang guru?
                               BAB  II
                                   ISI
A.   PERANAN FILSAFAT PENDIDIKAN

           Peranan filsafat pendidikan ditinjau dari tiga lapangan filsafat, yaitu:
1. Metafisika
               Metafisika merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat: hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat anak. Metafisika secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Memahami filsafat ini diperlukan secara implisit untuk mengetahui tujuan pendidikan.
               Seorang guru seharusnya tidak hanya tahu tentang hakekat dunia dimana ia tinggal, tetapi harus tahu hakekat manusia, khususnya hakekat anak. Hakekat manusia:
 Manusia adalah
ü makhluk jasmani rohani
 Manusia adalah makhluk individual sosial
ü
ü Manusia adalah makhluk yang bebas
 Manusia adalah makhluk menyejarah
ü
2. Epistemologi
              Kumpulan pertanyaan berikut yang berhubungan dengan para guru adalah epistemologi. Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu berlangsung? Bagaimana kita mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan antara dua pandangan pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran itu konstan, ataukah kebenaran itu berubah dari situasi satu kesituasi lainnya? Dan akhirnya pengetahuan apakah yang paling berharga?
Bagaimana menjawab pertanyaan epistemologis tersebut, itu akan memiliki implikasi signifikan untuk pendekatan kurikulum dan pengajaran. Pertama guru harus menentukan apa yang benar mengenai muatan yang diajarkan, kemudian guru harus menentukan alat yang paling tepat untuk membawa muatan ini bagi siswa. Meskipun ada banyak cara mengetahui, setidaknya ada 
lima cara mengetahui sesuai dengan minat / kepentingan masing-masing guru, yaitu mengetahui berdasarkan otoritas, wahyu tuhan, empirisme, nalar, dan intuisi.
            Guru tidak hanya mengetahui bagaimana siswa memperoleh pengetahuan, melainkan juga bagaimana siswa belajar. Dengan demikian epistemologi memberikan sumbangan bagi teori pendidikan dalam menentukan kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak dan bagaimana cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut, begitu juga bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut.
3. Aksiologi
             Cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah, erat kaitannya dengan pendidikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan. Langsung atau tidak langsung, nilai akan menentukan perbuatan pendidikan. Nilai merupakan hubungan sosial.
Pertanyaan-pertanyaan aksiologis yang harus dijawab guru adalah: Nilai-nilai apa yang dikenalkan guru kepada siswa untuk diadopsi? Nilai-nilai apa yang mengangkat manusia pada ekspresi kemanusiaan yang tertinggi? Nilai-nilai apa yang bener-benar dipegang orang yang benar-benar terdidik?
               Pada intinya aksiologi menyoroti fakta bahwa guru memiliki suatu minat tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan karena pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan untuk kebaikan.
          Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru mengenai pendidikan, atau merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional guru. Setiap guru baik mengetahui atau tidak memiliki suatu filsafat pendidikan, yaitu seperangkat keyakinan mengenai bagaimana manusia belajar dan tumbuh serta apa yang harus manusia pelajari agar dapat tinggal dalam kehidupan yang baik.
              Filsafat pendidikan secara fital juga berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran. 
Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan permasalahan pendidikan.
Terdapat hubungan yang kuat antara perilaku guru dengan keyakinannya:
1. Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran
             Komponen penting filsafat pendidikan seorang guru adalah bagaimana memandang pengajaran dan pembelajaran, dengan kata lain, apa peran pokok guru? Sebagian guru memandang pengajaran sebagai sains, suatu aktifitas kompleks. Sebagian lain memandang sebagai suatu seni, pertemuan yang sepontan, tidak berulang dan kreatif antara guru dan siswa. Yang lainnya lagi memandang sebagai aktifitas sains dan seni. Berkenaan dengan pembelajaran, sebagian guru menekankan pengalaman-pengalaman dan kognisi siswa, yang lainnya menekankan perilaku siswa.
2. Keyakinan mengenai siswa
             Akan berpengaruh besar pada bagaimana guru mengajar? Seperti apa siswa yang guru yakini, itu didasari pada pengalaman kehidupan unik guru. Pandangan negatif terhadap siswa menampilkan hubungan guru-siswa pada ketakutan dan penggunaan kekerasan tidak didasarkan kepercayaan dan kemanfaatan.Guru yang memiliki pemikiran filsafat pendidikan mengetahui bahwa anak-anak berbeda dalam kecenderungan untuk belajar dan tumbuh.
3. Keyakinan mengenai pengetahuan
             Berkaitan dengan bagaimana guru melaksanakan pengajaran. Dengan filsafat pendidikan, guru akan dapat memandang pengetahuan secara menyeluruh, tidak merupakan potongan-potongan kecil subyek atau fakta yang terpisah.
4. Keyakinan mengenai apa yang perlu diketahui
Guru menginginkan para siswanya belajar sebagai hasil dari usaha mereka, sekalipun masing-masing guru berbeda dalam meyakini apa yang harus diajarkan.






B.    KEBUTUHAN AKAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Tujuan proses perkembangan itu secara alamiah adalah kedewasaan, sebab potensi manusia yang paling alamiah adalah bertumbuh menuju tingkat kedewasaan, kematangan. Potensi ini akan dapat terwujud apabila prakondisi almiah dan sosial manusia bersangkutan memungkinkan untuk perkembangan tersebut, misalnya iklim, makanan, kesehatan, dan keamanan, relatif sesuai dengan kebutuhan manusia. Kedewasaan yang bagaimanakah yang diinginkan dicapai oleh manusia, apakah kedewasaan biologis-jasmaniah, atau rohaniah (pikir, rasa, dan karsa), atau moral (tanggung jawab dan kesadaran normatif), atau kesemuanya.
Persoalan ini adalah persoalan yang amat mendasar, yang berkaitan langsung dengan sisitem nilai dan standar normatis sebuah masyarakat (Noor, 196). Cara kerja dan hasil filsafat dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia, dimana pendidikan merupakan salah satu dari aspek kehidupan tersebut, karena hanya manusialah yang dapat melaksanakan dan menerima pendidikan.

 Oleh karena itu pendidikan memerlukan filsafat. Karena masalah masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan uncul masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, dan lebih kompleks, yang tidak terbatasi oleh pengalmaan maupun fakta faktual, dan tidak memeungkinkan untuk dijangkau oleh ilmu. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat dan filsafat pendidikan.
  Hubungan antar filsafat dengan pendidikan adalah, filsafat menelaah suatu realitas dengan luas dan menyeluruh, sesuai dengan karateristik filsafat yang radikal, sistematis, dan menyeluruh. Konsep tentang dunia dan tujuan hidup manusia yang merupakan hasil dari studi filsafat, akan menjadi landasan dalam menyusun tujuan pendidikan. Nantinya bangun sistem pendidikan dan praktek pendidikan akan dilaksanaka berorientasi kepada tujuan pendidikan ini. Brubacher (1950) (Sadulloh, 2003) mengemukakan hubungan antar filsafat dengan filsafat pendidikan: bahwa filsafat tidak hanya melahirkan ilmu atau pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Bahkan Jhon Dewey berpendapat bahwa filsafat adalah teori umum pendidikan
Filsafat pendidikan tidak hanya terbatas pada fakta faktual, tetapi filsafat pendidikan harus sampai pada penyelasian tuntas tentang baik dan buruk, tentang persyaratan hidup sempurna, tentang bentuk kehidupan individual maupun kehidupan sosial yang baik dan sempurna. Ini berarti pendidikan adalah pelaksanaan dari ide-ide filsafat. Dengan kata lain filsafat memberikan asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas penyelengaraan pendidikan.
 Diakui atau tidak, kualitas kepribadian anak didik kita belakangan ini kian memprihatinkan. Maraknya tawuran antar remaja di berbagai kota ditambah dengan sejumlah perilaku mereka yang cenderung anarkis, meningkatnya penyalahgunaan narkoba, dan suburnya pergaulan bebas di kalangan mereka adalah bukti bahwa pendidikan kita telah gagal membentuk akhlak anak didik.
          Pendidikan kita selama ini memang telah melahirkan alumnus yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan formal yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan yang ada tidak berhasil menanamkan nilai-nilai kebajikan. Kita lihat berapa banyak lulusan pendidikan memiliki kepribadian yang justru merusak diri mereka.
             Tampak dunia pendidikan di Indonesia masih dipenuhi kemunafikan karena yang dikejar hanya gelar dan angka. Bukan hal mendasar yang membawa peserta didik pada kesadaran penuh untuk mencari ilmu pengetahuan dalam menjalani realitas kehidupan. Pendidikan semacam itu tidak terjadi di negeri ini sebab orientasinya semata-mata sebagai sarana mencari kerja.
Kenyataannya yang dianggap sukses dalam pendidikan adalah mereka yang dengan sertifikat kelulusannya berhasil menduduki posisi pekerjaan yang menjanjikan gaji tinggi. sementara nilai-nilai akhlak dan budi pekerti menjadi `barang langka’ bagi dunia pendidikan.
          Pendidikan kita juga masih menghasilkan lulusan berakhlak buruk seperti suka menang sendiri, pecandu narkoba dan hobi tawuran, senang curang dan tidak punya kepekaan sosial, atau gila harta dan serakah.
         Kegagalan pendidikan bukan hanya diukur dari standar pemenuhan lapangan kerja. Masalah yang lebih besar adalah pendidikan kita belum bisa menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia. Ahmad Tafsir menegaskan, bangsa-bangsa yang dimusnahkan Tuhan bukan karena tidak menguasai iptek atau kurang pandai, namun karena buruknya akhlak.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q. S. Adzariyaat ayat 34:

Yang ditandai di sisi Tuhanmu untuk membinasakan orang-orang yang melampaui batas".
            Karena itu, mengutip kata-kata bijak para filosof, pendidikan sejatinya ditujukan untuk membantu memanusiakan manusia. Pendidikan tersebut harus mencakup unsur jasmani, rohani dan kalbu. Implementasi ketiga unsur itu dalam format pendidikan niscaya menghasilkan lulusan dengan nilai kemanusiaan yang tinggi.
           Hanya saja, kita melihat pendidikan di Indonesia sangat jauh dari yang diharapkan bahkan jauh tertinggal dengan Negara-negara berkembang lainnya. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari rendahnya kualitas SDM yang dihasilkan. Pendek kata, pendidikan kita belum mampu mengantarkan anak didik pada kesadaran akan dirinya sebagai manusia. Padahal, manusia adalah pelaku utama dalam proses pendidikan.
             Pentingnya Suatu Penentuan Filsafat dalam Pendidikan :Dr. Omar Muhammad al-Taumy al-Syaibani mengemukakan pentingnya penentuan suatu falsafat bagi pendidikan sebagai berikut :
Filsafat pendidikan itu dapat menolong perancang-perancang pendidikan dan orang-orang yang melaksanakan pendidikan dalam suatu negara untuk membentuk pemikiran yang sehat terhadap proses pendidikan. Di samping itu dapat menolong terhadap tujuan-tujuan dan fungsi-fungsinya serta meningkatkan mutu penyelesaian masalah pendidikan;
Filsafat pendidikan dapat membentuk azas yang khas menyangkut kurikulum, metode, alat-alat pengajaran, dan lain-lain.
Filsafat pendidikan menjadi azas terbaik untuk mengadakan penilaian pendidikan dalam arti menyeluruh. Penilaian pendidikan meliputi segala usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh sekolah dan institusi-institusi pendidikan.
Filsafat pendidikan dapat menjadi sandaran intelektual bagi para pendidik untuk membela tindakan-tindakan mereka dalam bidang pendidikan. Dalam hal ini juga sekaligus untuk membimbing pikiran mereka di tengah kancah pertarungan filsafat umum yang mengusasi dunia pendidikan;
Filsafat pendidikan positivisme akan membantu guru sebagai pendidik untuk pendalaman pikiran bagi penyusunan kurikulum dan pembelajaran serta pendidikan siswanya di sekolah dan mengaitkannya dengan factor-faktor spiritual, social, ekonomi, budaya dan lain-lain, dalam berbagai bidang kehidupan untuk menciptakan insane yang sempurna baik lahir maupun batinnya.



                            BAB  III
                       PENUTUP
Kesimpulan dan saran
             Peran filsafat pendidikan bagi guru, dengan filsafat metafisika guru mengetahui hakekat manusia, khususnya anak sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan. Dengan filsafat epistemologi guru mengetahui apa yang harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut. Dengan filsafat aksiologi guru memehami yang harus diperoleh siswa tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas kehidupan karena pengetahuan tersebut.
Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan perilaku guru, yaitu: Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui.
Saran saya bagi guru adalah: dalam mengajar harus menpunyai  filsafat karna tampa adanya filsafat akan sangat sulit untuk menhadapi muridya yang karakternya masing-masing berbeda terutama anak yang keras kepala.
            DAFTAR PUSTAKA
Sadulloh, U. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. CV Alfabeta, Bandung.
Sindhunata. 2000. Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Kanisius,
 Yogyakarta
Soedijarto.
 
1993. Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu. Balai Pustaka, Jakarta.
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. PT Bayu Indra Grafika, Yogyakarta.
Ditambah dari pengetahuan dari diri saya pribadi walaupun tidak terlalu banyak tapi saya sudah menulis semua apa yang saya tahu tentang filsafat pendidikan.
           Sekian dan terimah kasih
                Wassalamu alaikum W. r. W. b

Tidak ada komentar: